Kado Spesial untuk GPIB-ku (LONGA VITA GPIB TO -LXV)


Intermezo Pentingnya organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen terlihat dari bergerak-tidaknya organisasi ke arah pencapaian tujuan. Hal itu sangat tergantung pada kemampuan mereka dalam menggerakan organisasi itu ke arah yang telah ditetapkan (visi dan misi).

Organisasi GPIB adalah perkumpulan  yang dibentuk oleh jemaat-jemaat GPIB, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi jemaat dalam pembangunan di GPIB. Sebagai jemaat  yang selalu hidup bersama-sama dalam persekutuan, bersama membentuk organisasi gereja  untuk mencapai visi dan misi  yang tidak dapat mereka capai sendiri. Dengan kata lain hakekat GPIB sebagai sebuah organisasi/lembaga gereja Keberadaannya  tidak lepas dari sisi Teologis, yakni gereja sebagai organisme atau gereja sebagai tubuh Kristus di mana Yesus sendiri  sebagai Kepala dan kita semua sebagai anggotanya yang menyatu dalam visi dan misi. GPIB sebagai sebuah organisme harus bertumbuh dinamis dan  harus mengedepankan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen dalam melaksanakan Tri panggilan Gereja . Inilah awalnya GPIB sebagai organisasi/lembaga terbentuk.

Tri Panggilan Gereja yang telah mengalami proses institutionalization menghasilkan lembaga gereja seperti GPIB. Organisasi GPIB dapat juga diamati sebagai “living organism” seperti halnya manusia, dan sebagai produk proses pengkoordinasian (organizing). Sebagai “living organism” yang sudah ada, GPIB sebagai organisasi merupakan output proses panjang dimasa lalu, sedangkan sebagai produk proses pengkoordinasian, GPIB sebagai organisasi gereja adalah alat atau input bagi usaha mencapai visi dan misinya. Faktor kepemimpinan yang lebih demokratis dan budaya organisasi GPIB, akan membantu pertumbuhan organisasi, mengingat pola kepimpinan yang ideal belum optimal dilakukan serta budaya kerja sebagai PRINSIP mengalami penurunan (keluar dari jalur).

Mengapa GPIB belum mampu sepenuhnya “membumikan” Tri Panggilan Gereja  lebih efektif. Apakah mungkin GPIB beroperasi berdasarkan perencanaan yang payah,parah dan asal-asalan?  Apakah GPIB hanya mempertimbangkan untuk beroreintasi di dalam berbagai masalah yang mendesak dan rutinitas dalam setiap persidangan  tanpa menempatkan masalah-masalah itu dalam perspektif yang tepat dalam kaitannya dengan dulu, kini, dan nanti ( sekedar tekstual) dan pada akhirnya akan berjalan pincang atau tertatih-tatih ? Jika kita  menggumuli beberapa  dari masalah atau pertanyaan di bawah,

  • Mengapa sering meninggalkan masalah atau ada  beberapa permasahan yang tak terselesaikan   di dalam GPIB ?
  • Mengapa kepemimpinan di GPIB ini kurang maksimal dalam pengembangan SDI (Sumber Daya Insani) ?
  • Mengapa gereja kita kurang berdampak , kurang mempengaruhi lingkungan sekitar dan lebih sibuk di dalam?

Apakah Perencanaan itu ? PERENCANAAN dapat mendefenisikan sebagai suatu aktivitas manajerial yang  menganalisa , menetapkan visi dan misi serta melakukan aksi nyata  yang diperlukan untuk terwujudnya apa yang gereja harapkan, dan juga untuk memberikan  FEED BACK atas hasil yang dicapai.

  • Rencana jangka panjang, mempunyai cakupan yang luas dan pada dasarnya menjawab pertanyaan bagaiman suatu organisasi harus menggunakan sumberdayanya selama lima hingga sepuluh tahun berikutnya. Rencana-rencana ini  demi merefleksikan perubahan-perubahan dalam lingkungan atau keseluruhan arah pelayanan
  • Rencana jangka pendek, Rencana-rencana ini menentukan apa yang harus dikerjakan pada satu tahun tertentu untuk menggerakkan organisasi menuju tujuan jangka panjang. Dengan kata lain, apa yang kita kerjakan tahun ini (jangka pendek) perlu dihubungkan dengan kemana kita hendak berada dalam lima tahun sampai sepuluh tahun mendatang (jangka panjang)
  • Visi, misi, sasaran jangka pendek dan jangka panjang dapat dilihat sebagai landasan strategi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi (GPIB)
  • AD & RT dapat dipandang sebagai landasan operasional yang menata mekanisme agar selalu berada dalam ketertiban dan ketraturan

NAMPAKNYA  GPIB lebih berfokus pada jangka pendek daripada jangka panjang, yang berarti bahwa setiap rencana tahunan tersebut mungkin kurang maksimal dengan segala sesuatu yang sifatnya jangka panjang dan jika ini dibiarkan maka GPIB gagal/pincang dalam menggerakkan organisasi ke arah yang diinginkan pada masa depan.  Banyak tema-tema tahunan GPIB menjadi pemanis bibir para penyelenggara penatalayanan GPIB saja.     Mungkin inilah alasan mengapa GPIB kurang mampu menjangkau  dan mengubah lingkungan sekitarnya dengan lebih efektif.

Dalam sebuah perencanaan GPIB sepertinya mengerti dan memahami benar dalam mengembangkan suatu rencana jangka pendek maupun jangka panjang tidak hanya melibatkan beberapa gelintir orang tetapi yang terjadi tidak semua yang direncanakan berjalan dengan baik (Mungkinkah sudah waktunya MS dikelola oleh para profesional…para teolog hanya duduk di Ketua I & III saja ?).

Perlunya keterbukaan atas kekurang mampuan menangani organisasi GPIB Tidak dapat dipungkiri mengapa perencanaan tidak tertata dan kurang berajalan dengan baik  saat ini, dikarenakan :

(1) SDI (Sumber Daya Insani ) yang kurang terlatih Kebanyakan para pendeta/kita  menghabiskan waktu hanya melakukan fungsi pastoral sesuai dengan kapasitas yang kita peroleh dalam dunia pendidikan teologi. Lalu masih minimnya GPIB  mengumpulkan sekelompok warga jemaat yang berpendidikan atau memiliki keterampilan menajemen. Dengan demikian, perencanaan, penetapan tujuan (sasaran), dan Fungsi manajemen lainnya sebagaian besar justru terabaikan.

(2) Kurangnya budaya etos kerja Budaya etos kerja  adalah suatu kesadaran dan sikap yang mendasari, memotivasi, memberi arah, serta memberi arti pada seluruh perilaku organisasi yang bersinergi dengan visi dan misi organisasi. “Etos Kerja Sangat Ditentukan Oleh Kebijakan,kearifan, Sistem, Dan nilai Kepercayaan Yang Dianut Organisasi.”

GPIB memerlukan fleksibilitas yang tinggi bahwa budaya organisasi berjalan dengan etos kerja yang terukur dalam sebuah sistem, prosedur, kebijakan, dan integritas yang mampu secara kontinyu memenuhi harapan dari para stakeholder. Oleh karena itu, Budaya organisasi harus diterjemahkan menjadi sebuah etos kerja yang berkapabilitas dan berintegritas. Di mana, etos kerja yang berkualitas ini harus berasal dari hasil kesadaran bersama dari dalam organisasi, dengan dukungan menyeluruh dari setiap pimpinan gereja dan para presbiter untuk secara bersama-sama menggali semua potensi terbaik  buat menghasilkan kualitas kinerja terbaik.

Etos kerja yang berkapabilitas harus diperoleh   dan  dipengaruhi oleh karakter kerja organisasi GPIB melalui visi, misi, etika, serta cara berpikir dan bertindak yang berkualitas dari pimpinan, dan para anggotanya. Karakter organisasi harus selalu diperkaya dengan nilai-nilai baru, agar etos kerja selalu bisa menjadi lebih dinamis dan kreatif dalam menjawab tantangan baru disegala tempat dan waktu. GPIB harusnya dipimpin seseorang yang  memfokuskan Etos kerja  menjadi disiplin dari  setiap sumber daya manusia untuk menumbuh kembangkan cara-cara kerja yang efektif, kreatif, sinergik, produktif, dan beretika, dalam semangat dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada para stakeholder. Oleh karena itu, sejak awal kepemimpinan  GPIB beraras sinodal didalam pemahaman imannya  harus MAMPU membangun perasaan tanggung jawab dalam wujud integritas yang tinggi .

(3) GPIB kurang fleksibilitas GPIB memerlukan fleksibilitas yang tinggi dengan budaya organisasi yang terpercaya (high trust). Tujuannya adalah untuk membangun kapabilitas yang memberikan perasaan percaya kepada setiap stakeholders.

(4) “Minimnya profesional berbakat” Perlunya  “profesional berbakat” yakni menuntut pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan PELATIHAN Yang berkualitas dan menjamin performativitasi , pengembangan kapasitas Belajar sebagai aktualisasi dari “imago Dei”.

(5) GPIB terlalu sering “beramahtamah dengan dosa” GPIB sebagai organisasi gereja beramah-tamah dengan dosa ternyata terjadi, baik dalam kalangan aras sinodal, maupun jemaat. Persoalannya amat kompleks: bukan sekedar urusan survival  secara finansial dan profesionalitas kepejabatan, maupun sikap kompromistik secara rohani, bahkan eksistensinya sendiri, terdapat isu sentral, yaitu kapasitas dalam rangka pemenuhan akan panggilan profetik kita dalam bersaksi dan melayani dalam maupun di luar (pelayanan kita sering berersembunyi dibalik jubah pelayanan)

(6) Karater organisasi yang “primitif” Karakter organisasi harus selalu diperkaya dengan nilai-nilai baru, agar etos kerja selalu  menjadi lebih dinamis dan kreatif dalam menjawab tantangan baru disegala tempat dan waktu. Terfokus dari  setiap sumber daya manusia untuk menumbuh kembangkan cara-cara kerja yang efektif, kreatif, sinergik, produktif, dan beretika, dalam semangat dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada para stakeholder. Oleh karena itu, sejak awal kepemimpinan  GPIB beraras sinodal didalam pemahaman imannya  harus MAMPU membangun perasaan tanggung jawab dalam wujud integritas yang tinggi . GPIB bukan sekedar sebuah kumpulan doa, bernyanyi dan mendengar khotbah para pendeta, bahkan sekedar menjalankan program. GPIB adalah “nafas” kehidupan iman dalam eksistensi sebuah gereja dimana Kristus sebagai kepalanya; bagaimana memerankan nilai-nilai spiritual untuk menyinkronkan dan menyatukan persepsi dan perbuatan. Organisasi (GPIB) Dalam perspektif Alkitabiah Lukas 14 : 28 Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu ? Amsal 16 : 9 Hati manuisa memikir-mikir jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya Mazmur 20:5 Kiranya diberikan-Nya kepadamu apa yang kau kehendaki dan dijadikanNya berhail apa yang kau rancangkan Kolose 3 : 23 Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan bukan untuk manusia Amsal 15 : 22 rancangan gagal kalau tidk ada pertimbangan, tetapi akan terlaksana kalau penasihat banyak.  Ada satu ucapan presiden Eisenhower yang sering dikuti berbunyi ,” Rencana tidak ada apa-apanya, tetapi perencanaan adalah segalanya”. Mengutamakan Visi dan Misi Yang paling penting dalam sebuah organisasi baik i.

“Gereja yang berjalan visinya akan diikuti dengan relationship atau hubungan, diikuti oleh program dan kemudian management yang baik, yang semuanya saling mengikuti dan berjalan guna mendukung visi dan misi gereja. sehingga tidak mengakibatkan sebuah rutinitas semata. Tanpa mengedepankan visi dan misi, GPIB  hanya akan menjalani formalitas belaka dan inilah yang dibenci oleh Allah Bapa dan dikritik dalam Alkitab. Allah pernah berkata, “Aku muak dengan segala aktivitasmu karena tidak disertai dengan pertobatan yang sejati.” Ribuan kali orang lupa dan menjalani pelayanan dengan berpusat pada diri dan bukan mengutamakan Allah. Dalam Perjanjian Lama Allah berkata, “Bangsa ini memuliakan Aku hanya dengan bibirnya, tetapi hatinya jauh daripada-Ku.” Jemaat mula-mula adalah jemaat yang berpusat pada Tuhan, ada tindakan-tindakan nyata yang mereka lakukan. Perubahan yang esensial adalah perubahan tujuan hidup, kalau dulu untuk kepentingan diri sekarang untuk kemuliaan Allah yang kita sembah. Hidup kita bukan hidup untuk diri sendiri lagi. Kita sudah dibeli dan harganya telah lunas dibayar karena itu muliakanlah Allah dengan seluruh hidup kita. Ini hal yang sangat mendasar tentang untuk kita pahami.  Hidup kita hanya sementara, karena itu jangan memikirkan hal-hal yang sementara. Dengan kata lain, gereja harus terdiri dari jemaat yang mau belajar. Tugas dan panggilan GPIB ke depan dan tahun-tahun mendatang akan semakin berat. Tugas dan panggilan itu agung dan besar, kita tidak boleh bersandar pada kepandaian, pengalaman dan ketrampilan sendiri. Semoga gereja dalam melaksanakan dan mewujudkan tugas serta panggilannya sungguh-sungguh hanya bersandar pada kuasa Tuhan.

Martha Belawati Tarihoran LONGA VITA  GPIB  TO -LXV   

Di Ujung Indonesia